Berpikir Komputasional dalam Pemasaran Digital: Belajar dari Akun Instagram Sendiri
Di era digital seperti sekarang, dunia pemasaran sudah tidak bisa lepas dari teknologi dan data. Namun, di balik segala istilah keren seperti digital marketing, analytics, dan content strategy, ada satu kemampuan dasar yang sangat penting untuk dimiliki oleh siswa jurusan Pemasaran maupun Rekayasa Perangkat Lunak — yaitu cara berpikir komputasional (Computational Thinking / CT).
Menariknya, berpikir komputasional bukan hanya untuk programmer atau ahli komputer. Dalam konteks pemasaran, cara berpikir ini justru sangat berguna untuk memahami masalah, mengenali pola perilaku konsumen, dan merancang strategi penjualan yang lebih efektif. Mari kita bahas lebih dalam dua langkah awal dalam berpikir komputasional yang bisa langsung kamu terapkan pada akun jualanmu sendiri!
Langkah 1: Dekomposisi – Memecah Masalah Jadi Bagian Kecil
Bayangkan kamu punya akun jualan di Instagram, tapi engagement-nya rendah. Sudah rajin posting, tapi likes dan komentar tetap sepi. Biasanya, kita langsung merasa, “Aduh, jualanku nggak laku.” Padahal sebenarnya, masalah itu bisa dipecah menjadi beberapa bagian kecil.
Inilah inti dari dekomposisi — memecah masalah besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil agar lebih mudah dianalisis. Misalnya:
-
Apakah fotonya sudah menarik dan konsisten?
-
Seberapa sering kamu posting?
-
Apakah kamu aktif membalas komentar atau DM calon pembeli?
-
Sudah tahu belum siapa target pembelimu sebenarnya?
Dengan memisahkan satu per satu aspek tersebut, kamu jadi bisa lebih fokus menemukan akar masalah dan memperbaikinya secara sistematis. Itulah kekuatan berpikir seperti komputer — terstruktur, logis, dan efisien.
Langkah 2: Pengenalan Pola – Menemukan Tren dari Pengalaman
Setelah masalah diurai, saatnya kamu mulai mengenali pola (pattern recognition). Ini langkah yang membantu kamu melihat kesamaan, tren, atau kebiasaan yang muncul dari data yang ada.
Misalnya, setelah beberapa minggu kamu coba eksperimen posting, kamu mungkin menemukan bahwa:
-
Foto dengan pencahayaan terang lebih disukai,
-
Caption lucu atau personal lebih banyak dibagikan,
-
Posting di malam hari menghasilkan lebih banyak komentar.
Nah, dari sini kamu belajar mengenali pola: posting yang cerah + caption menarik + waktu malam = performa lebih baik. Ini bukan kebetulan, tapi hasil dari analisis berpola — bagian penting dari berpikir komputasional.
Dalam dunia pemasaran, kemampuan mengenali pola bisa diterapkan untuk memahami perilaku pembeli, mengatur waktu promosi, hingga menentukan strategi konten yang paling efektif.
Refleksi: Apa Hubungannya dengan Dunia Kerja?
Banyak siswa mungkin berpikir bahwa belajar berpikir komputasional hanya berguna bagi siswa teknik atau programmer. Padahal, dunia bisnis modern menuntut semua bidang untuk data-driven — mengambil keputusan berdasarkan data, bukan hanya perasaan.
Dengan berpikir komputasional:
-
Kamu belajar menyelesaikan masalah secara terstruktur (seperti menganalisis performa konten),
-
Mampu mengenali pola pasar dan kebiasaan konsumen,
-
Lebih siap menghadapi tantangan dunia kerja yang serba digital dan berbasis logika.
Tugas Praktik Sederhana:
Pilih satu masalah nyata dari akun media sosialmu. Misalnya:
“Engagement postinganku rendah.”
Lalu uraikan menjadi bagian kecil (dekomposisi):
1️⃣ Cek kualitas foto dan caption.
2️⃣ Bandingkan waktu posting.
3️⃣ Lihat interaksi di komentar.
4️⃣ Analisis konten pesaing.
5️⃣ Uji pola yang berhasil.
Kegiatan sederhana ini akan melatih kamu berpikir seperti pemasar profesional yang juga memahami logika seperti seorang data analyst!
💬 Penutup:
Berpikir komputasional bukan berarti kamu harus jadi coder. Tapi dengan pola pikir ini, kamu akan terbiasa mengurai masalah, mengenali pola, dan membuat keputusan yang lebih cerdas — kemampuan penting yang akan membedakan kamu dari pelaku pemasaran lainnya.
📱 Jadi, yuk mulai belajar berpikir ala komputer — bukan untuk jadi robot, tapi supaya bisa mengambil keputusan yang lebih smart! 🚀
Salam : Redaksi







Tidak ada komentar:
Posting Komentar